Rock Climbing (Panjat
Tebing)
BAB I
Pengenalan & Sejarah Rock Climbing
A.
Pendahuluan
Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat pada tahun-tahun terakhir ini
di Indonesia. Kegiatan ini tidak dapat dipungkiri lagi sudah sudah merupakan
kegiatan yang begitu diminati oleh kaula muda maupun yang merasa muda ataupun
juga yang selalu muda.Pada dasarnya, rock climbing adalah teknik pemanjatan
tebing batu yang memanfaatkan cacat batu tebing (celah atau benjolan) yang
dapat dijadikan pijakan atau pegangan untuk menambah ketinggian dan merupakan
salah satu cara untuk mencapai puncak. Ciri khas rock climbing adalah prosedur
dan perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan, juga prinsip dan etika
pemanjatan.Rock Climbing bukan hanya menjadi komoditi industri olah raga dan
petualngan saja. Tetapi aplikasinya juga telah menjadi komoditas
industri-industrilainnya seperti wisata petualangan,outbound
training,entertaiment,iklan dan film,serta industri-industri lainnya yang
membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu perlu ilmu rock climbing yang
sangat mendasar sebagai acuan yang kuat diri dan dunia rock climbing itu
sendiri.
B.
Sejarah Rock Climbing
Pada awalnya rock climbing lahir
dari kegiatan eksplorasi alam para pendaki gunung dimana ketika akhirnya
menghadapi medan yang tidak lazim dan memiliki tingkat kesulitan tinggi,yang
tidak mungkin lagi didaki secara biasa (medan vertical dan tebing terjal).Maka
dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati medan yang tidak lazim
tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).
Seiring dengan perkembangan
zaman rock climbing menjadi salah satu kegiatan petualangan dan olah raga
tersendiri.Terdapat informasi tentang sekelompok orang Perancis di bawah
pimpinan Anthoine de Ville yang mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097
mdpl) di kawasan Vercors Massif pada tahun 1492.
Tidak jelas benar tujuan
mereka, tetapi yang jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik
turun tebing-tebing batu di pegunungan Alpen diketahui adalah para pemburu
Chamois (sejenis kambing gunung).Jadi pemanjatan mereka kurang lebih
dikarenakan oleh faktor mata pencaharian.
Pada tahun 1854 batu pertama
zaman keemasan dunia pendakian di Alpen diletakan oleh Alfred Wills dalam
pendakiannya ke puncak Wetterhorn (3708 mdpl).Inilah cikal bakal pendakian
gunung sebagai olah raga.
Kemudian pada tahun-tahun
berikutnya barulah terdengar manusia-manusia yang melakukan pemanjatan
tebing-tebing di seluruh belahan bumi.Lalu pada tahun 1972 untuk pertama
kalinya panjat dinding masuk dalam jadwal olimpiade, yaitu didemonstrasikan
dalam olimpiade Munich.Baru pada tahun 1979 olah raga panjat tebing mulai
merambah di Indonesia. Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing
Citatah, Padalarang.Inilah patok pertama panjat tebing modern di Indonesia.
C.
SEJARAH FEDERASI PANJAT TEBING INDONESIA (FPTI)
FPTI
didirikan pada tanggal 21 April 1988, dengan dukungan beberapa pengurus cabang
serta pengurus daerah lain. Dengan tujuan menciptakan pemanjat indonesia yang
mampu berprestasi baik ditingkat nasional maupun internasional.
Sebagai
pendamping pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan kegiatan panjat tebing
indonesia, FPTI berada di bawah koordinasi Menteri Pemuda dan Olah raga sesuai
rapat Paripurna Nasional I tahun 1991, Tahun 1992 sudah direncanakan menjadi
anggota Komite Olahraga Nasional (KONI) dan Union Internasional Des
Associations D`Alpinisme (UIAA)
BAB II
Pengenalan Bentuk – Bentuk
Tebing & Equipment (Peralatan) Rock Climbing
A.
Bentuk – Bentuk Tebing
Berdasarkan Bebatuan
penyusunannya, tebing dapat di bedakan menjadi dua yaitu;
1.
Tebing Kapur (Limestone) yang tersusun oleh bebatuan kapur yang
berwarna putih kecoklat – coklatan.
2.
Tebing Andesit yang tersusun oleh bebatuan
andesit yang berwarna hitam.
Berdasarkan Sudut
Kemiringannyatebing dapat dibagi Menjadi 4 bagian:
1.
Slab :
Memiliki Kemiringan antara 65 – 90 derajat
2.
Vertikal :
Memiliki kemiringan berkisar 90 derajat
3.
Overhang :
Memiliki kemiringan antara 90 – 180 derajat
4.
Roof :
Memiliki kemiringan sekitar 180 derajat atau lebih
B.
Equipment / Peralatan
Equipment yang biasa digunakan
dalam aktifitas panjat tebing (Rock Climbing) adalah sebagai berikut:
A) Equipment
Climber/ Peralatan pemanjat
1. Tali
Pendakian
Fungsi
utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkan
jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA (Union
Internasional Des Associations D`Alpinisme), suatu badan yang menguji kekuatan
peralatan-peralatan pendakian.Panjang tali dalam pendakian dianjurkan sekitar
50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat berkomunikasi.
Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang ada yang
berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.Ada dua macam tali pendakian yaitu :
ü Static
Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat maksimum yang
diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali static
digunakan untuk rappelling.
ü Dynamic
Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat maksimum
yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok
(merah, jingga, ungu).
2. Carabiner
Adalah sebuah
cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang berfungsi
seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner :
ü Carabiner
Screw Gate (menggunakan kunci pengaman). Seperti Carabiner Delta Screw untuk
dipakai sebagai pengaman di harness pemanjat dan juga pada bilayer.
ü Carabiner
Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman) Seperti Snap (Snaping) Biasa digunakan
untuk keperluan seperti dipakai bersama dengan cam dan draw atau runner.
3. Sling
Sling
biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling
antara lain :
ü sebagai
penghubung
ü membuat
natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.
ü Mengurangi
gaya gesek / memperpanjang point
ü Mengurangi
gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang.
4. Descender
Sebuah alat
berbentuk angka delapan atau yang sering digunakan seperti Figure of Eight dan
Capstan.Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan, sehingga dapat membantu
pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau rappelling.
5. Ascender
Berbentuk
semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila
dinaikkan.Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.
6. Harnes
/ Tali Tubuh
Alat pengaman
yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis harnes :
ü Seat
Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.
ü Body
Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.Harnes ada
yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung dirakit oleh
pabrik.
7.
Sepatu
Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :
ü Sepatu
yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat.
Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.
ü Sepatu
yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot. Cocok
digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya
tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.
8. Anchor
(Jangkar)
Alat yang
dapat dipakai sebagai penahan beban.Tali pendakian dimasukkan pada achor,
sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor,
yaitu :
ü Natural
Anchor, biasa merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing, tonjolan-tonjolan
batuan, dan sebagainya.
ü Artificial
Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada tebing oleh si
pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain. Mengetahui perbedaan
antara; nuts dan cams, friends dan carabiner, dan lainnya
9. Cam
atau Friends
Spring Loaded
Camming Device (SLCD) atau biasa disebut cam ataufriends adalah peralatan
proteksi pemanjatan yang fenomenal,diciptakan oleh Ray Jardine seorang
aerospace engineer yang senang manjat pada tahun 1973. Jika ditarik, ujungnya
akan mengecilsehingga mudah dimasukkan ke celah tebing. Jika dilepas
ujungnyaakan mengembang memenuhi celah tebing.Cam tersedia dalam beberapaukuran
disesuaikan dengan lebar celah tebing.
10. Quickdraw
atau Runner
Adalah
pasangan webbing atau sling dengan dua buah carabiner jenis snapring, dipakai
sebagai alat proteksi di tebing.
11.
Hexes
Adalah
pasangan sling dengan tabung alumunium (titanium) segi enam.Berfungsi sama
dengan cam, berharga lebih murah, tetapi lebih sulit dalam penempatannya di
celah tebing. Seperti cam.hexes tersedia dalambeberapa ukuran.
12. Nuts
Nuts adalah
peralatan proteksi yang paling banyak dipakai olehpemanjat tebing, fungsinya
sama dengan cam dan hexes dengan harga lebih murah.
13. Tricams
Adalah
peralatan proteksi pemanjatan, walaupun berbeda bentuk tetapifungsinya sama
dengan nuts. Pemakaiannya relatif sulit, tidakdianjurkan dipakai untuk pemula
14. Magnesium
Carbonat
Adalah bahan
kimia yang digunakan untuk menghilangkan keringat pada ujung jari. Berbentuk
tepung yang di taruh pada calk bag.
B) Belay
Device (Peralatan untuk Belayer)
Belay Device adalah peralatan
untuk menahan tali saat pemanjatanagar pemanjat tidak terjatuh. Banyak jenis
yang biasa dipakai,yang paling sering dipakai adalah ATC, Figure 8, dan Grigri.
BAB III
Tehnik Pemanjatan dan
Pengamanan Tebing
A.
Teknik Dasar Pemanjatan / Rock Climbing
1. Face
Climbing
Yaitu
memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang
memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan.Para pendaki pemula
biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya
pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing.Ini adalah
kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan
berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan
cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan
merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada
tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di
atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan
kestabilan yang lebih baik.
2. Friction
/ Slab Climbing
Teknik ini
semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan
pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup
untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan
membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang
baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.
3. Fissure
Climbing
Teknik ini
memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah
berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan,
dikenal teknik-teknik berikut.
Ø Jamming,
teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari
tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga
seolah-olah menyerupai pasak
Ø Chimneying,
teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara
celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi
tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan
menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua
kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
Ø Bridging,
teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan
menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut.
Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga
berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
Ø Lay
Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan
kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung
miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang
berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian
bergerak naik ke atas silih berganti.
B.
Pengaman Tebing
Dalam Melakukan pemanjatan
tebing secara umum pengaman yang digunakan dapat di bagi menjadi dua macam
pengaman yaitu;
a)
Pengaman Buatan
b)
Pengaman Alam
a) Pengaman
Buatan
Berdasarkan
keperluan dan fungsi alat maka pengaman buatan dapat digunakan dalam 4 macam
bentuk yaitu;
1. Piton
Dengan
memasukan atau menancapkan piton pada
suatu celah yang terdapat pada tebing. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan piton adalah:
ü Batu
yang di pasak harus Keras (Bersuara nyaring bila di pukul dengan hammer/Palu)
ü Ukuran
piton harus tepat sehingga akan terjepit pada celah secara kuat.
ü Kategori
pemasangan piton terbagi menjadi tiga yaitu:
1)
Perak, Jika tubuh piton hanya masuk sekitar 30%
kedalam celah batu/ tebing (Pada skala ini tingkat keamanan rendah/Low)
2)
Perunggu, Jika tubuh piton hanya masuk sekitar
50% kedalam celah batu/tebing (Pada skala ini tingkat keamanan lumayan/Medium)
3)
Emas, pada level ini tubuh piton tertanam hamper
85% lebih kedalam celah batu/tebing (Pada skala ini tingkat keamanan
Tinggi/High)
2. Chock
Adalah
pengaman yang mempunyai kekuatan menahan beban jatuh jauh lebih kecil dari pada
piton yakni dengan cara menyelipkannya pada celah tebing yang menyempit.
Diusahakan agar chock tidak berpindah posisi yang dapat mengakibatkan lepasnya
chock tersebut.
3. Friends
Dipergunakan
dengan cara memasukannya pada suatu lubang yang rongga didalamnya lebih besar.
Karena di dalam rongga ini friends akan mengembang.
4. Baut
Tebing
Merupakan
pengaman yang di pergunakan dengan cara melubangi tebing terlebih dahulu. Baut
yang digunakan ini bagian dari ujungnya akan membuka setelah dimasukan pada
lubang yang telah dibuat. Baut tebing di pergunakan apabila sudah tidak ada
lagi cacat tebing yang dapat di pergunakan sebagai pengaman.
b) Pengaman
Alam
Yaitu; dalam
suatu pemanjatan tebing ditemukan suatu bentuk batuan atau tumbuhan yang dapat
dijadikan pengaman.Jenis pengaman alam yang sering digunakan adalah lubang
tembus, tonjolan batu, tumbuhan yang masih hidup, dll. Pengaman alam biasanya
digunakan dengan cara melilitkan sling.
BAB IV
Prosedur Pemanjatan, Tehnik
dan Jenis-jenis Pemanjatan
A.
Prosedur Pemanjatan
Tahapan-tahapan dalam suatu
pemanjatan hendaknya dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut
1.
Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang
akan dipakai.
2.
Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
3.
Untuk leader, perlengkapan teknis diatur
sedemikian rupa, agar mudah untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu
gerakan. Tugas leader adalah membuka lintasan yang akan dilalui oleh dirinya
sendiri dan pendaki berikutnya.
4.
Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan
alat-alat (tali yang akan dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam
pergerakan dan mengamankan leader bila jatug. Belayer harus selalu
memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun memperhatikan tali, jangan terlalu
kencang dan jangan terlalu kendur.
5.
Bila belayer dan leader sudah siap memulai
pendakian, segera memberi aba-aba pendakian. (Biasanya aba – aba yang di
gunakan adalah: Pemanjat “Belay On” dan dijawab belayer dengan”On Belay”
sebagai tanda siap)
6.
Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch
(tali habis), ia harus memasang achor.
7.
Leader yang sudah memasang anchor di atas
selanjutnya berfungsi sebagai belayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya.
B.
Personel dalam Pemanjatan
Dalam suatu pemanjatan tebing,
bahaya yang selalu mengancam adalah jatuh, oleh karena itu dalam melakukan
pemanjatan minimal dilakukan oleh dua orang, dimana yang satu akan berperan
sebagai pemanjat dan satunya lagi berperan sebagai Belayer (Pengaman)
Pada pemanjatan yang dilakukan
dengan beberapa tahapan (Multi pitch) maka terjadi pergantian fungsi dimana
pemanjat akan jadi belayer, dan belayer akan menjadi pemanjat. Hal yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah anchor yang terpasang harus selalu kuat untuk
menahan beban keatas dan kebawah.
C.
Dasar Pemanjatan Tebing
Dalam melakukan suatu kegiatan
pemanjatan tebing terdapat beberapa hal sangat mendukung keberhasilan
pemanjatan tersebut, yaitu; ketrampilan memanjat, orientasi jalur pemanjatan,
prosedur pengamanan, serta kemampuan mengatasi masalah Psikologis.
1.
Ketrampilan Memanjat
Meliputi
kekuatan otot (Power), Keseimbangan tubuh (Body Balance), serta kejelian dalam
memanfaatkan pegangan
2.
Orientasi Jalur pemanjatan (Ormed)
Berguna untuk
memperkirakan arah pemanjatan yang direncanakan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki pemanjat.
3.
Safety Procedur
Meliputi
kejelian dalam mencari cacat tebing yang dapat digunakan sebagai pengaman serta
ketepatan dalam memasang dan menggunakan alat pengaman.Dalam pemasangan pengaman
diusahakan agar tidak terlalu jauh.
4.
Hambatan Psikologis
Yang dimaksud
disini adalah rasa takut terhadapat ketinggian (Phobia), kemampuan diri
sendiri, serta ketidak percayaan terhadap alat yang digunakan.
D.
PembagianPemanjatan Berdasarkan Pemakaian Alat
Ø Free
Climbing
Sesuai
dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah diri
sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan
yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar.Pada
free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam
pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat
tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian
tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer.
Ø Free
Soloing
Merupakan
bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan segala
resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan
peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang pendaki
harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada rute
yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan,
baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free
soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko
yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang
mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.
Ø Atrificial
Climbing
Pemanjatan tebing
dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor, stirrup, dll.
Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali
dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau
peluang gerak yang memadai.
E.
Sistem Pemanjatan
Ø Himalaya
Sytle
Sistem Pemanjatan
yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai sasaran (puncak)
diperlukan waktu yang lama.Sistem ini berkembang pada pendakian-pendakian ke
Pegunungan Himalaya.Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas beberapa kelompok
dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp).Sehingga dengan
berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah berhasil
untuk seluruh team.
Ø Alpine
Style
Sistem ini
banyak dikembangkan di pegunungan Eropa.Pendakian ini mempunyai tujuan bahwa
semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap
berhasil.Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak
perlu lagi kembali ke base camp (bila kemalaman Bisa membuat fly camp baru, dan
esoknya dilanjutkan kembali).
F.
Teknik Turun / Rappeling
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing.Dikategorikan
sebagai teknik yang sepeuhnya bergantung dari peralatan. Prinsip rappelling
adalah sebagai berikut :
Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat
bergantung.
Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada
tebing sebagai pendorong gerak turun.
Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan
tangan lainnya untuk mengatur kecepatan.
F.1 Macam-macam dan Variasi Teknik Rappeling
Ø
Body Rappel
Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan.
Pada teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan
yang terkena gesekan akan terasa panas.
Ø
Brakebar Rappe
Menggunakan sling/tali tubuh,
carabiner, tali, dan brakebar. Modifikasi lain dari brakebar adalah descender
(figure of 8). Pemakaiannya hampir serupa, dimana gaya gesek diberikan pada
descender atau brakebar.
Ø
Sling Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh,
carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak dilakukan karena tidak memerlukan
peralatan lain, dan dirasakan cukup aman. Jenis simpul yang digunakan adalah
jenis Italian hitch
Ø
Arm Rappel / Hesti
Menggunakan tali yang dibelitkan
pada kedua tangan melewati bagian belakang badan.Dipergunakan untuk tebing yang
tidak terlalu curam.Dalam rapelling, usahakan posisi badan selalu tegak lurus
pada tebing, dan jangan terlalu cepat turun.Usahakan mengurangi sesedikit
mungkin benturan badan pada tebing dan gesekan antara tubuh dengan tali.
Sebelum memulai turun, hendaknya :
ü Periksa
dahulu anchornya.
ü Pastikan
bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan.
ü Sebelum
sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan pastikan bahwa tali
sampai ke bawah (ke tanah).
ü Usahakan
melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawah, sehingga apabila ada
batu atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selain itu juga dapat
melihat lintasan yang ada.
ü Pastikan
bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan lainnya.
SALAM LESTARI